Anakku Guru terbaikku

Dulu saat ruhmu belum ditiupkan Tuhan di salah satu ruang dalam tubuhku. Aku sudah melukis wujudmu dalam benakku dengan begitu sempurna. Mata, hidung, rambut, senyummu, kegemaranmu, bahkan prestasimu. Semuanya tanpa terkecuali. Hingga saatnya kau benar-benar berdiam dalam ruang itu. 

Bulan-bulan berlalu dengan sujud berbekal cinta dan harap. Bahwa cinta akan mewujudkan lukisan di benak ibumu menjadi nyata. Harap akan membentukmu menjadi manusia yang sempurna. Tangismu menjawab doaku kala itu.....sempurna...sehat...dan aku tahu kau cerdas nak. Tiga tahun pertama aku menjagamu dengan indah. saat sebayamu meminta klepon ke ibu mereka dengan bilang "minta jajan yang ijo ma", kamu sudah bisa bilang "aku minta yang green ma!". Akupun masih ingat saat kau sebutkan nama hewan satu persatu dalam bahasa inggris dengan lancar di usia 2 tahun. Belum lagi saat kau ikuti gerakan sholat dengan tanpa cela. Untuk anak seusiamu tindakan thuma'ninah seperti itu adalah cinta yang dahsyat dari Tuhan. Akupun semakin yakin bila kesempurnaan itu benar-benar akan terwujud.  Aku akan jadi ibu super dari seorang anak yang super. Tiada henti aku berimajinasi....itu akan jadi hal terkeren dan wow.
Sampai 3 tahun kedua dari usiamu, keadaan sedikit berubah. Ibumu, yang hampir 24 jam selalu bersamamu memutuskan untuk mencoba peruntungan atau lebih mudah menyimpulkan jika ibu hendak mengurusi kepentingan lain di dunia ini.  Mencerdaskan anak bangsa....terlihat lebih keren bukan?!.
Ibu tidak meninggalkanmu nak...pikiran ibu tetap menuliskan cita-cita untukmu. Hati ibu selalu memahat cinta untukmu, dan tentu saja tetap fokus dengan lukisan ibu semula, menjadikanmu manusia super.
Namun, nyatanya cat minyak ibu tidak tercampur dengan baik. Ibu mencoretnya tidak beraturan di kanvas. Kesombongan ibu luluh saat kau tidak terpanggil di deretan siswa berbintang di taman kanak-kanakmu. Tidak juga di daftar anak-anak penghafal surat pendek. Siapa kamu sebenarnya nak? tapi, wait...belum saatnya ibu memberi label gagal kepadamu.
Tapi lagi-lagi hati ibu tertusuk ilalang, saat hasil belajar di semester pertamamu dibagi. Mana nak namamu di urutan pertama? Hampa,  rupanya kau menepi di urutan ke tujuh. Ibu yakin kau tak memilih titik itu dengan sengaja. Maaf nak ibu menangis. ego ibu berkata itu bukan tempatmu.
Ibu sudah membaca bertumpuk literatur tentang membentuk manusia cerdas, tapi...ada apa denganmu?
Oke, no time for give up. Kali ini ibu lebih giat lagi dan hati-hati menorehkan cat-cat itu. Ibu lukis tangga harapan dengan jelas, tapi rupanya kau semakin menepi dan semakin terpojok di angka 9. Tuhan...ada apalagi ini? anakku, cintaku...
Aku tertunduk...lesu... meski kali ini tanpa tangisan. Kuarahkan telunjukku ke semua penjuru. Mereka yang salah. Mereka yang membuat angka-angka itu. Mereka yang lantang berbicara  bahwa tidak masuk peringkat adalah nista. Mereka yang salah. Mereka yang tidak menjagamu dengan hati. Mereka yang menyulapmu menjadi robot. Mereka yang membebanimu dengan ribuan aplikasi instan, kepatuhan instan, kemandirian instan, kepintaran instan. Dan ternyata mereka-ku itu adalah aku.
Maafkan ibu nak....ibu lupa kalau kau  manusia seperti ibu juga...Tuhan memberimu akal untuk memilih...jadi bukan paksaan yang seharusnya ibu benamkan. pantas saja ibu tidak menemukanmu di panggung bintang kelas karena ternyata namamu tertulis di daftar guru-guru terbaik ibu.
Nak....kau adalah produk Tuhan, dan ingat Tuhan tidak pernah gagal mencipta. kau tidak gagal hanya belum sempurna. perkenankan ibu terus belajar kepadamu...cinta akan menjadi pengiringnya. Ibu tidak lagi menganggap diri ibu  super. Ibu bukan pelukis takdir. bukan pula penentu nasibmu. Ibu hanya penjaga titipan. Demi puncak cita-cita kita, menjadi manusia seutuhnya. Mari kita tiupkan do'a nak...semoga Ridho Tuhan atas kita...Amin

credit gambar:

cucunpgsd.wordpress.com


Komentar

  1. setujuuuuu sama quote-nya Mak.. salam kenal :)

    BalasHapus
  2. Subhanallah.....
    Takjub bacanya Mak....:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe apakah dikau juga merasakan hal sama mak dhona chandra, salam kenal ya

      Hapus
  3. Indaaaah banget mak. Iya, sepakat ama Mak Dhona Chandra. Saya jadi takjub pas baca :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Takjubnya pake kerdip2 mata nggak maknya dik sidqi hehe salam kenal semuanya :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Pemandunya

Blogger for Android